Prof Zulfadil SE MBA (Alumni Manajemen 1983), Ingin Ubah Mindset Benahi Pendidikan
riaupos.co, Universitas Riau - Semasa menjadi Kepala Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru, ia pernah di demo
oleh ratusan guru. Mereka tak terima program guru berzakat yang digagas
Zulfadil. Merasa dipaksa dan dirugikan.
Menanggapinya, Zulfadil tak gentar. Ia tetap menjalankan program yang menuai pro dan kontra tersebut. Progam itu tak lain dibuatnya dalam upaya membantu siswa tidak mampu.
‘’Di awal program ini berjalan, memang beberapa guru keberatan. Pasalnya karena gaji mereka dipotong 2,5 persen per bulan untuk zakat. Saya dituding melakukan pemaksaan.
Tapi bagi saya memaksa untuk kebaikan, bukan sesuatu yang harus dikeluhkan. Nyatanya, hingga kini program itu masih berjalan,’’ papar pria yang menjadi salah satu guru besar termuda di usia 45 tahun ini.
Bahkan, setidaknya sudah 7.600 siswa level SD, SMP dan SMA yang telah menerima bantuan zakat tersebut.
Guru yang dulunya keberatan, kini tak lagi menganggap zakat sebagai beban. Bahkan mereka sudah terbiasa. Menurut Zulfadil, hal tersebutlah yang dilakukan perubahan perilaku dan mindset.
Ya, pria mengambil S2 di Amerika ini memang memiliki cara tersendiri untuk membenahi pendidikan di Pekanbaru. Merubah mindset dan perilaku menjadi jurusnya.
Bukan hanya dengan membuat program zakat saja. Pria yang aktif menjadi dosen di Fakultas Ekonomi Unri ini juga banyak membuat program lain yang memberi kontribusi bagi pendidikan di Kota Pekanbaru.
Kepada Riau Pos, pria yang berpenampilan sederhana ini menceritakan program tersebut.
Program sekolah mengaji, gerakan bersepeda ke sekolah, sekolah berwawasan lingkungan, peduli pustaka, literasi sekolah hingga mengusulkan batasan masa jabatan kepala sekolah dan ayo sekolah lagi.
Untuk program sekolah mengaji sendiri mendapat respon yang sangat baik dari sekolah. Hingga saat ini bahkan sekolah-sekolah di Pekanbaru memulai kegiatan belajar mengajar mereka dengan mengaji.
Ini tentu diharapkan menjadi pemula yang baik. Sehingga mindset mereka dalam mengikuti pelajaran juga bisa lebih terbuka.
Sedangkan program gerakan bersepeda ke sekolah diungkapkannya mampu merubah sikap siswa dan orangtua kearah go green.
Siswa yang merupakan masyarakat tempatan diminta menggunakan sepeda ke sekolah. Selain bisa mengurai kemacetan, gerakan tersebut dinilai mampu mengurangi polusi dan membugarkan tubuh.
Selanjutnya ialah program sekolah berwawasan lingkungan. Jika sebelumnya hanya ada 12 sekolah yang berwawasan lingkungan di Pekanbaru, namun sejak ia dipercaya menjadi Kadisdik, angka tersebut mengalami kenaikan tajam.
Hingga saat ini setidaknya sudah ada 120 lebih sekolah yang adiwiyata atau berwawasan lingkungan. ‘’Bisa dibilang saat ini sekolah berlomba-lomba memposisikan diri sebagai sekolah berwawasan lingkungan.
Bahkan mereka malu jika tak menjadi sekolah adiwiyata. Perubahan mindset ini tentu sangat baik. Pasalnya selain sekolah bisa lebih asri, nyaman dan sehat, siswa sekaligus bisa belajar mencintai lingkungan sejak dini,’’ paparnya.
Keberhasilan tersebut juga diiringi dengan keberhasilan program literatur sekolah dan peduli pustaka. Program pengusulan masa jabatan sekolah yang sesuai undang-undang juga nyatanya sukses diterapkan.
Menurut mantan konsultan ilmu pembangunan Kota Pekanbaru ini, tradisi masa jabatan Kasek sampai pensiun bukanlah sebuah tradisi yang baik. Aturan harus ditegakkan.
Namun, untuk program ayo sekolah lagi diakuinya masih belum berjalan maksimal. Meski begitu, setidaknya dalam satu bulan ada 200 sampai 300 siswa yang terbantu dan bisa kembali ke sekolah karena bantuan dari zakat guru.
Kini, meski ia tak duduk lagi menjabat, namun ia berharap apa yang telah dicapai tersebut bisa terus dilanjutkan. Ia optimis, untuk sekolah berwawasan lingkungan di tahun ini akan bertambah lebih dari 100.
Sebagai orang yang lama berkecimpung di dunia pendidikan, ia mengaku pendidikan di Pekanbaru ini sudah bisa menjadi rujukan di Riau bahkan di Sumatera.
Jika mindset dan pemikiran masyarakat khususnya pendidik dan peserta didik sudah baik, bukan tidak mungkin Pekanbaru bisa jadi rujukan di Indonesia.
Dengan segala prestasi dan kiprah, menurutnya memang pendidikan Pekanbaru tak bisa dipandang sebelah mata. ‘’Meski saat ini wajah pendidikan sudah cukup baik, namun ke depan harus terus dibenahi.
Kita berharap, ke depan tidak ada lagi yang putus sekolah. Semua sekolah bisa berwawasan lingkungan. Masing-masing sekolah juga bisa menyumbang satu prestasi nasional,’’ lanjutnya saat ditemui di Dekanat FE Unri.
Saat ini, ia mengaku begitu menikmati waktunya menjadi dosen. Kembali seperti ia mengawali karirnya dulu. Meski begitu, ia juga saat ini mengaku tengah mencoba terjun ke dunia politik.
Ia mengaku ke depan akan terus mengupayakan untuk memberi yang terbaik bagi Unri, alamamternya dan juga terus meberi kontribusi kepada masyarakat.(rnl)
Menanggapinya, Zulfadil tak gentar. Ia tetap menjalankan program yang menuai pro dan kontra tersebut. Progam itu tak lain dibuatnya dalam upaya membantu siswa tidak mampu.
‘’Di awal program ini berjalan, memang beberapa guru keberatan. Pasalnya karena gaji mereka dipotong 2,5 persen per bulan untuk zakat. Saya dituding melakukan pemaksaan.
Tapi bagi saya memaksa untuk kebaikan, bukan sesuatu yang harus dikeluhkan. Nyatanya, hingga kini program itu masih berjalan,’’ papar pria yang menjadi salah satu guru besar termuda di usia 45 tahun ini.
Bahkan, setidaknya sudah 7.600 siswa level SD, SMP dan SMA yang telah menerima bantuan zakat tersebut.
Guru yang dulunya keberatan, kini tak lagi menganggap zakat sebagai beban. Bahkan mereka sudah terbiasa. Menurut Zulfadil, hal tersebutlah yang dilakukan perubahan perilaku dan mindset.
Ya, pria mengambil S2 di Amerika ini memang memiliki cara tersendiri untuk membenahi pendidikan di Pekanbaru. Merubah mindset dan perilaku menjadi jurusnya.
Bukan hanya dengan membuat program zakat saja. Pria yang aktif menjadi dosen di Fakultas Ekonomi Unri ini juga banyak membuat program lain yang memberi kontribusi bagi pendidikan di Kota Pekanbaru.
Kepada Riau Pos, pria yang berpenampilan sederhana ini menceritakan program tersebut.
Program sekolah mengaji, gerakan bersepeda ke sekolah, sekolah berwawasan lingkungan, peduli pustaka, literasi sekolah hingga mengusulkan batasan masa jabatan kepala sekolah dan ayo sekolah lagi.
Untuk program sekolah mengaji sendiri mendapat respon yang sangat baik dari sekolah. Hingga saat ini bahkan sekolah-sekolah di Pekanbaru memulai kegiatan belajar mengajar mereka dengan mengaji.
Ini tentu diharapkan menjadi pemula yang baik. Sehingga mindset mereka dalam mengikuti pelajaran juga bisa lebih terbuka.
Sedangkan program gerakan bersepeda ke sekolah diungkapkannya mampu merubah sikap siswa dan orangtua kearah go green.
Siswa yang merupakan masyarakat tempatan diminta menggunakan sepeda ke sekolah. Selain bisa mengurai kemacetan, gerakan tersebut dinilai mampu mengurangi polusi dan membugarkan tubuh.
Selanjutnya ialah program sekolah berwawasan lingkungan. Jika sebelumnya hanya ada 12 sekolah yang berwawasan lingkungan di Pekanbaru, namun sejak ia dipercaya menjadi Kadisdik, angka tersebut mengalami kenaikan tajam.
Hingga saat ini setidaknya sudah ada 120 lebih sekolah yang adiwiyata atau berwawasan lingkungan. ‘’Bisa dibilang saat ini sekolah berlomba-lomba memposisikan diri sebagai sekolah berwawasan lingkungan.
Bahkan mereka malu jika tak menjadi sekolah adiwiyata. Perubahan mindset ini tentu sangat baik. Pasalnya selain sekolah bisa lebih asri, nyaman dan sehat, siswa sekaligus bisa belajar mencintai lingkungan sejak dini,’’ paparnya.
Keberhasilan tersebut juga diiringi dengan keberhasilan program literatur sekolah dan peduli pustaka. Program pengusulan masa jabatan sekolah yang sesuai undang-undang juga nyatanya sukses diterapkan.
Menurut mantan konsultan ilmu pembangunan Kota Pekanbaru ini, tradisi masa jabatan Kasek sampai pensiun bukanlah sebuah tradisi yang baik. Aturan harus ditegakkan.
Namun, untuk program ayo sekolah lagi diakuinya masih belum berjalan maksimal. Meski begitu, setidaknya dalam satu bulan ada 200 sampai 300 siswa yang terbantu dan bisa kembali ke sekolah karena bantuan dari zakat guru.
Kini, meski ia tak duduk lagi menjabat, namun ia berharap apa yang telah dicapai tersebut bisa terus dilanjutkan. Ia optimis, untuk sekolah berwawasan lingkungan di tahun ini akan bertambah lebih dari 100.
Sebagai orang yang lama berkecimpung di dunia pendidikan, ia mengaku pendidikan di Pekanbaru ini sudah bisa menjadi rujukan di Riau bahkan di Sumatera.
Jika mindset dan pemikiran masyarakat khususnya pendidik dan peserta didik sudah baik, bukan tidak mungkin Pekanbaru bisa jadi rujukan di Indonesia.
Dengan segala prestasi dan kiprah, menurutnya memang pendidikan Pekanbaru tak bisa dipandang sebelah mata. ‘’Meski saat ini wajah pendidikan sudah cukup baik, namun ke depan harus terus dibenahi.
Kita berharap, ke depan tidak ada lagi yang putus sekolah. Semua sekolah bisa berwawasan lingkungan. Masing-masing sekolah juga bisa menyumbang satu prestasi nasional,’’ lanjutnya saat ditemui di Dekanat FE Unri.
Saat ini, ia mengaku begitu menikmati waktunya menjadi dosen. Kembali seperti ia mengawali karirnya dulu. Meski begitu, ia juga saat ini mengaku tengah mencoba terjun ke dunia politik.
Ia mengaku ke depan akan terus mengupayakan untuk memberi yang terbaik bagi Unri, alamamternya dan juga terus meberi kontribusi kepada masyarakat.(rnl)
Post a Comment