Aditya dan Murninya Gerakan Mahasiswa
Oleh: Triandi Bimankalid SH
terasunri.web.id - Mahasiswa Riau tersentak mendengar kabar tertahannya salah satu mahasiswa Universitas Riau Aditya Putra Gumesa (Mensospol BEM UR) yang tergabung dalam Aksi demonstrasi Evaluasi 3 tahun pemerintahan Jokowi-JK. Massa aksi yang tertangkap sekitar 12 orang. Mereka adalah, Yogi Ali (IPB), Aditia (Unriau), Ardi (IPB), Wafiq (UB), Taufiq (UB), Golbi (IPB), Yahya (IPB), Susilo (IPB), Fauzan (Tazkia), Ramdhani (Unpak), Rifki abdul (akpi bogor), Gustri (Untirta). Alhamdulillah dikabarkan massa Aksi yang tertahan sudah dilepaskan.
Hal ini tentu menuai kontroversi mengingat kejadian ini bukan untuk yang pertama kalinya,khusus mahasiswa Riau tentu masih terlintas dikepala kita peristiwa pengeroyokan RRI ditahun 2014, Tragedi Pemukulan Gedung Srindit Kantor Gubernur Riau ditahun 2016 dan masih banyak kasus-kasus pemukulan yang menunjukkan sikap Represifnya aparat keamanan dalam menjaga serta mengamankan aksi dari Mahasiswa.
Ini bukan masalah Pribadi Aditya saja, prinsip seorang Mahasiswa bahwa kita bagaikan satu tubuh apabila salah satu sisi kita terluka maka seluruh tubuh akan merasakannya. Tidak heran muncul inisiatif lahirnya gerakan aksi Solidaritas sesama Mahasiswa.
Kalau kita tarik secara analitis bahwa ada suatu formula yang hilang, kepingan puzzle yang tidak lengkap sehingga kasus tindakan represif pihak keamanan terus saja terjadi. Bak kata pepatah tentu tidak ada asap kalau tidak ada api.
”Pemerintah” menjadi kunci akan ketidakstabilan dan ketidaktegasan sehingga kita terus disuguhi tontonan-tontonan yang memilukan, yang memaksa Mahasiswa dan polisi menjadi Korban Kegaduhan, Masyarakat tidak kunjung sejahtera, penegakan Hukum menjadi amburadul dan iklim politik terus dalam posisi “Sakit” yang entah kapan sehatnya.
Tentu kita harus berterimakasih kepada Mahasiswa yang sampai hari ini tidak berhenti bersuara dan masih menjaga “Kemurnian” gerakannya semata-mata untuk menyampaikan Aspirasi Masyarakat.
Evaluasi 3 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK dapat kita soroti dengan berhasilkah terciptanya tujuan hukum yang berlandaskan Keadilan, Kebermanfaatan dan Kepastian Hukum. Tentu salah satu dari kita akan berasumsi bahwa tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Jokowi (eksekutif) dalam melakukan penegakan Hukum, kita harus mengingat bahwa Presiden memiliki posisi yang fundamental sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.
Sangatlah penting untuk memahami hakikat bernegara dan mekanisme dalam menjalankan negara, meminjam kata Prof Yusril Ihza Mahendra bahwa kalau tidak, maka Negara itu akan menjadi “amatiran”.
Presiden harus memiliki suatu kewibawaan yang besar, memang presiden memiliki keterbatasan-keterbatasan seperti yang diatur konstitusi dan undang-undang. Presiden tidak bisa mengintervensi penegakan hukum tetapi presiden mempunyai “Kebijakan” bagaimana harus melakukan penegakan hukum. Presiden harus aktif dalam menyikapi permasalahan hukum dan memecahkan masalah yang beredar di seluk beluk kehidupan masyarakat.
Jangan diam. Seperti mistik karena mengurus negara ini harus dengan rasional karena ini nyata. Solusi untuk menyelesaikan masalah bangsa ini ialah menggunakan pisau Hukum yang tentu berkeadilan, berkemanfaatan dan berkeadilan. Maka benar pemikiran filsafat Hukum mengatakan “No one is able to do a thing,unless be can do it lawfully ( Tidak Seorang pun yang mampu melakukan sesuatu, tanpa ia melakukannya sesuai Hukum).
Kegaduhan-kegaduhan seperti ini sebenarnya hanya menghabiskan energi saja. Kalau kita menyelam lebih dalam kajian hukumnya maka benar yang dikatakan oleh O.W.Holmes bahwa “Kehidupan hukum tidak hanya menuruti logika, melainkan juga menuruti pengalaman”. Seharusnya Pemerintah memelihara dan justru memanfaatkan lembaga-lembaga yang ada seperti lembaga Infrastruktur politik yaitu Mahasiswa, LSM, Tokoh Masyarakat dan Akademisi.
Mahasiswa yang sejatinya menjadi mitra strategis mengkritisi Pemerintah dapat menjadi acuan dalam pembenahan struktur dan pengoptimalan tujuan bernegara yang dilaksanakan pemerintah. Mahasiswa harus bertahan dalam derasnya gerakan pembungkaman terhadap suara-suara aspirasi rakyat yang menjadi amanah mahasiswa.
Presiden harus berani muncul dan membuka tangan dengan lebar akan kritikan dan masukan dari masyarakat karena sejatinya itu untuk kebaikan bangsa Indonesia juga. Sisa Masa jabatan yang tinggal dua tahun ini harus segera dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya karena sejatinya segala amanah dan perbuatan akan diminta pertanggungjawabannya. Kalau sejatinya tidak bisa, segera undur diri dan mencari alternatif pengganti. Mahasiswa teruslah menjadi pelita dalam kemurnian kita semata-mata hadir untuk masyarakat.
Post a Comment