Header Ads

Link Banner

Universitas Riau Ikut Interkonferensi dan Seminar Nasional Lingkungan di Palangka Raya

Teras_Info - Badan Kerjasama Pusat Studi Lingkungan (BKPSL) tahun lalu telah melaksanakan Seminar Nasional Lingkungan di Bogor, Jawa Barat. Tahun ini kembali menggelar kegiatan Interkonferensi dan Seminar Nasional Lingkungan di Palangka Raya. Adapun tema yang diusung dalam kegiatan ini yaitu “Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan Untuk Mendukung Mitigasi dan Perubahan Iklim”.
Adapun kegiatan Interkonferensi terdiri dari forum ilmiah dan forum musyawarah. Forum Ilmiah berupa Seminar Lingkungan dimana setiap Pusat Studi Lingkungan mengirimkan naskah ilmiah yang akan dipresentasikan dalam kegiatan Interkonferensi. Kegiatan ini dilaksanakan selama dua hari yaitu tanggal 23-24 Agustus 2017 di Hotel Luwansa, Palangka Raya.
Topik-topik Seminar meliputi 4 kategori yaitu Pengelolaan Gambut Berkelanjutan Meliputi Pemanfaatan, Restorasi dan Konservasi Ekosistem, Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Pengembangan Teknologi Pengendalian Pencemaran, Kebijakan dan Sanitasi Lingkungan, Penguatan Kearifan Lokal Menuju Ekonomi Kerakyatan Berbasis Perlindungan Lingkungan. Paper presentasi oral sebanyak 66 makalah dan 7 poster.
Kegiatan ini sangat menarik dan bermanfaat sekali, terutama karena saat ini trend gambut sangat mendominir dalam setiap percakapan baik umum maupun ilmiah. Bahkan Palangka Raya sendiri pernah dijuluki sebagai kota produksi asap karena kebakaran gambut yang sangat luas pada tahun-tahun sebelumnya bahkan tahun 2015 lalu Palangka Raya lumpuh total sekitar 8.147 Ha lahan gambut terbakar dan terdapat 854 titik api terpantau dari Satelit Terra Aqua.
Sebagian besar wilayah di Kalimantan Tengah merupakan areal bergambut dengan luasan sekitar 3,472 hektar atau sekitar 21,98% dari total luas wilayah Provinsi Kalimantan Tengah yang mencapai 15,798 hektar. Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun yang belum. Timbunan terus bertambah, karena proses dekomposisi yang terhambat oleh kondisianaerob maupun kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Oleh karena mengalami lambatnya proses dekomposisi, maka gambut mudah menjadi kering jika musim kemarau tiba dan jika kekeringan terjadi dalam waktu yang lama, maka gambut akan mudah terbakar jika tidak dijaga dengan baik.
Hasil-hasil seminar sungguh menambah wawasan mengenai gambut, banyak peserta yang menyampaikan hasil penelitiannya tentang restorasi gambut. Bagaimana eksistensi gambut harus tetap dipertahankan guna mendukung kelestarian ekosistem khususnya ekosistem gambut. Sangat penting untuk menjaga eksistensi ekosistem gambut karena gambut merupakan ekosistem yang fragile, unik dan memerlukan kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Pengalaman tahun 1995 dimana Pemerintah ingin berswasembada beras dengan membuka lahan gambut seluas 1 juta hektar namun ternyata meninggalkan duka nestapa bagi rakyat Kalimantan Tengah khususnya. Pohon-pohon yang tumbuh di wilayah gambut itu telah hilang, yang tersisa adalah tonggak-tonggak kayu bekas tebangan. Jangankan padi, bahkan tanaman pionir pun telah musnah.  Kini lahan gambut tersebut telah berubah menjadi lahan sawit yang dimiliki oleh perkebunan-perkebunan besar. Entah apakah yang akan terjadi pada masa-masa mendatang saat sawit itu tidak memberikan hasil lagi bagi para pemiliknya?
Oleh karena itu berbagai hasil penelitian yang disampaikan dalam Seminar Lingkungan ini sungguh memberikan suatu pencerahan bagaimana upaya yang harus dilakukan untuk tetap berkomitmen menjaga lingkungan khususnya wilayah gambut.
Pada Kategori I paper yang dipresentasikan berbicara mengenai upaya restorasi di wilayah gambut, seperti peserta dari Universitas Riau, Pekanbaru yang menceritakan tentang upaya yang telah dilakukan di Riau saat penanganan kebakaran hutan. Tahun 2015 sama halnya dengan kondisi kota Palangka Raya, Riau mengalami kebakaran hutan yang sangat luas, sehingga menyebabkan sekolah-sekolah terpaksa diliburkan selama hampir 2 bulan. Tahun 2016 kebakaran yang terjadi tidak terlalu luas dan telah dapat diatasi dan tahun 2017 ini hampir tidak terjadi lagi kebakaran yang besar. Paper yang disampaikannya adalah mengenai Analisis Politik Ekologi Pemanfaatan Lahan Gambut Sebagai Hutan Tanaman Industri sebagai salah satu upaya Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem.
Kategori II berbicara mengenai berbagai penelitian yang telah dilakukan guna mendukung konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya salah satunya adalah bagaimana pemanfaaatan embung di kawasan perkotaan sebagai High Rate Alga Pond (HRAP) layak di kembangkan untuk pengolah air limbah domestik sekaligus sebagai carbon sink. Alga dalam HRAP memiliki pertumbuhan yang sangat cepat sehingga cocok dikembangkan sebagai carbon sink. Paper ini disampaikan oleh peserta dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember dengan judul Pengembangan High Rate Alga Pond (HRAP) Sebagai Penyerap Karbon (Carbon Sink) Untuk Mengurangi Emisi Karbon Dioksida (CO2) Di Kawasan Perkotaan.
Kategori III mengenai pengembangan teknologi pengendalian pencemaran, kebijakan dan sanitasi lingkungan. Paper yang dipresentasikan dalam kategori ini berbicara tentang berbagai hasil penelitian tentang pemanfaatan berbagai teknologi sederhana yang berguna untuk mengatasi pencemaran, memelihara sanitasi lingkungan serta berbagai kebijakan yang mendukung.Salah satunya Desentralisasi Pengolahan Limbah Padat Rumah Tangga Menggunakan Teknologi Biodrying. Paper ini disampaikan oleh peserta dari Universitas Diponegoro.
Kategori IV paper yang dipresentasikan berbicara mengenai kearifan lokal yang berguna untuk mendukung ekonomi kerakyatan dengan berbasis perlindungan lingkungan. Salah satu paper berbicara mengenai pemanfaatan tanaman hutan daun tepanggang sebagai pewarna alami kerajinan rotan yang disampaikan oleh peserta dari Universitas Palangka Raya.  Hal ini akan mendukung peningkatan ekonomi bagi para pengrajin rotan untuk lebih menggunakan pewarna alami dan tidak lagi menggunakan pewarna-pewarna yang mengandung racun sehingga tidak membahayakan bagi konsumen.
Di hari kedua sebagian peserta mengikuti  Field Trip (kunjungan lapangan) yaitu memperkenalkan objek wisata ilmiah dan kuliner yang ada di Kota Palangka RayaPeserta begitu bersemangat ketika mengunjungi objek wisata khususnya tempat-tempat yang berkaitan dengan budaya masyarakat Kalimantan Tengah seperti Museum Balanga, Makan siang di Kum-kum disajikan makanan khas Dayak, wisata susur sungai serta mengunjungi Jumpun Pambelum yang memperkenalkan tentang pengelolaan lahan gambut untuk mengendalikan kebakaran hutan.
Malamnya sebagian peserta dan panitia mendapat undangan dari Walikota Palangka Raya Bapak H.M. Riban Setia untuk makan malam bersama atau Welcome Dinner. Walikota menyampaikan dukungan penuh bagi kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh BKPSL dan berharap BKPSL tetap konsisten dalam melakukan penelitian-penelitian mengenai lingkungan yang dapat ditularkan bagi setiap daerah guna tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Semoga hasil-hasil penelitian yang telah diseminarkan ini kiranya mendapat dukungan dari para pemerhati lingkungan sehingga ke depan pemanfaatan lingkungan dapat berkembang terus namun tetap terjaga kelestariannya. Mencintai lingkungan dengan memanfaatkannya namun tetap arif dalam pengelolaannya.
Itulah sekilas pengalaman penulis ketika mengikuti Interkonferensi dan Seminar Lingkungan yang baru lalu.

Sumber : https://seword.com/pendidikan/mencintai-lingkungan-interkonferensi-dan-seminar-nasional-lingkungan-tahun-2017/

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.