Header Ads

Link Banner

SETYA NOVANTO KETUA DPR LAGI, TIDAK ETIS !

terasunri.com - Triandi Bimankalid (Mahasiswa Fakultas Hukum 2012) Ketika Fokus saat ini terkuras dengan kasus penista Agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Sidang Paripurna DPR pada Rabu, 30 November 2016, resmi menerima Setya Novanto sebagai Ketua DPR lagi. Pimpinan sidang Fadli Zon menyampaikan bahwa pimpinan DPR telah menerima surat dari Fraksi Partai Golkar tertanggal 22 November 2016, tentang pergantian ini. Dalam persidangan yang dihadiri 402 anggota dari seluruh Fraksi, Fadli memberikan kesempatan bagi para perwakilan fraksi untuk menyampaikan pandangannya. 
 
Dari semua fraksi tidak ada yang menolak pencalonan Novanto sebagai Ketua DPR. Fadli kemudian menanyakan apakah para peserta sidang paripurna menerima Novanto sebagai Ketua DPR. Dan mereka pun secara serempak menyatakan setuju. Novanto kemudian menjalani pelantikan dan mengucapkan sumpah jabatan dengan dipimpin hakim dari Mahkamah Agung. Tak ada masalah dalam proses ini, Ketua Umum Partai Golkar itu pun sah menduduki posisi yang pernah dia tinggalkan dahulu menyusul kasus ‘Papa minta saham”.


Sosok Setya Novanto seakan tidak pernah lepas dari pertentangan. Bahkan munculnya kontroversi sudah dimulai sejak Politikus gaek partai Golkar itu terpilih menjadi ketua Dewan Perwakilan Rkayat (DPR) pada awal Oktober 2014 lalu.Abraham Samad, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ketika itu, blak-blakan mengungkapkan keprihatinan dan kekecewaannya atas terpilihnya pria yang akrab disapa Setnov itu. Saat itu Abraham secara terbuka menyatakan terpilihnya Setnov sebagai orang nomor satu di parlemen berpotensi mempunyai masalah hukum dan dapat merusak citra DPR sebagai lembaga terhormat.


Tentunya bukan tanpa alasan kalau Abraham menyesalkan terpilihnya Setya Novanto. Sederetan kasus dugaan korupsi pernah memaksa Setnov harus bolak-balik menjalani pemeriksaan sebagai saksi. KPK sendiri pernah beberapa kali memeriksa Setnov. Tak hanya KPK, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta juga meminta keterangan Setnov. Ketua Umum Partai Golkar ini pernah diperiksa perkara suap terkait pembangunan lanjutan venue Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII. Tersangkanya dalam kasus itu ada mantan Gubernur Riau Rusli Zainal. Penyidik KPK bahkan pernah menggeledah ruang kerja Setnov pada 19 Maret 2013.


Kembalinya Setya novanto menjadi Ketua DPR mempertaruhkan banyak hal seperti  citra Golkar, citra DPR, dan citra Pak Setya sendiri yang bisa bertambah negatif . Kondisi yang dialami oleh DPR dan Golkar sekarang tidak mudah. Orang mengambil satu posisi jabatan sebagai ketum Golkar dan Ketua DPR, itu pekerjaan yang berat, pekerjaan Setya pun tidak akan maksimal pada dua tempat yang ia pimpin. Tugas Setya di DPR, akan menyita waktunya mengurus Golkar dan begitu juga sebaliknya.


DPP Golkar menyatakan pengembalian jabatan itu sebagai bentuk pemulihan harkat dan martabat pribadi Setya dan Partai Golkar.Kita khawatir keinginan pemulihan nama baik itu itu tidak tercapai karena Setya sendiri sudah memiliki citra buruk di mata publik.Suka tidak suka, mau tidak mau, di publik sudah terbangun opini bahwa Setya melanggar etika berat. Apa lagi dia mengundurkan diri, karena terlibat kasus yang sangat serius soal pencatutan nama Presiden, kasus yang sempat menjadi pusat perhatian masyarakat saat itu.


Selain itu dugaan adanya intervensi Istana Negara terkait pengembalian jabatan Ketua DPR kepada Setya tidak terelakkan. Kecurigaan itu muncul karena Ade dijanjikan jabatan kenegaraan oleh Presiden dan juga pimpinan partai Golkar, Aburizal Bakrie menjelaskan Dewan Pembina dan DPP Golkar akan menyiapkan jabatan kenegaraan untuk Ade. Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan DPP Golkar Yorrys Raweyai menyatakan, jabatan untuk Ade sudah dibahas dengan jelas di internal partai. Rencananya bisa saja Ade Komaruddin diletakkan  menjadi duta besar, menteri, pimpinan di Badan Pemeriksa Keuangan, di Otoritas Jasa Keuangan atau jabatan kenegaraan lain. Yorrys mengaku Golkar akan memperjuangkan jabatan kenegaraan untuk Ade.


Dari sisi hukum, tidak ada halangan bagi Setya Novanto untuk mendapatkan kembali jabatannya sebagai ketua DPR RI. Karena Setya Novanto masih menjadi anggota DPR RI, dan Itu hak dari Partai Golkar dalam mengajukan nama pimpinan DPR RI. Setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa alat bukti yang digunakan untuk perkarakan Novanto di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) tidak memiliki dasar hukum. Maka, secara materil dan subtansi tuduhan pelanggaran etik kepada Novanto tidak sah. Setya Novanto pun berhak untuk kembali mendapatkan apa yang menjadi haknya. Terlebih, Ade sebelumnya menjadi Ketua DPR karena mengisi kekosongan


Dari segi etika ketatanegaraan, itu tidak santun. Setya Novanto pernah mengundurkan diri sebagai ketua DPR karena ada krisis etika dan krisis hukum dalam konteks kasus 'papa minta saham. Cacat etis pergantian pimpinan DPR hanya atas alasan kehendak politik, bukan kehendak dan kepentingan rakyat.


Kita saat ini seakan hidup di era Dagelan, Menteri dicopot, dinaikkan lagi. Ketua DPR dicopot, dinaikkan lagi. Bisa jadi buku-buku yang kita baca untuk melihat ciri sosok yang layak dijadikan pemimpin menjadi tidak berguna lagi.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.