Header Ads

Link Banner

Edi Jaafar, Alumni Hukum :Pemuda Jangan jadi Penonton

riaupos.co, Universitas Riau - Sembilan belas tahun silam, Edi Jaafar berangkat dari daerah terpencil bernama Letung menuju Tanjung Pinang untuk melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas.

Tamat dari SMK Pembangunan Kota Tanjung Pinang, ia melanjutkan kuliah di Kota Pekanbaru. Letung pulau kecil nun jauh di Laut Cina Selatan yang saat ini masuk wilayah administrasi Kabupaten Kepulauan Anambas.

Mau sekolah jauh-jauh, tiada lain untuk mengejar cita-citanya, mengubah kehidupan keluarga dan masyarakat kampungnya. Ia kemudian diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Riau.

Sejak mahasiswa itulah pria kelahiran Letung, 29 November 1981 tersebut mulai bisa bersumbangsih kepada kampung asalnya dengan aktif di berbagai organisasi selain perkuliahan.

Dipercaya sebagai Sekretaris Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Natuna kala itu, ia banyak men-support Pemkab setempat dan menjadi jembatan bagi pelajar dan mahasiswa yang ingin melanjutkan pendidikan ke Batam, Pekanbaru atau ke Kalimantan.

Merasakan bagaimana sulitnya akses daerah nun jauh di kepulauan, ia menginginkan agar setiap pemuda Letung, Tarempa dan Natuna umumnya, mengenyam pendidikan setinggi mungkin.

‘’Saya dari keluarga nelayan dan pendidikan adalah barang langka dan mahal. Tak berpendidikan, banyak masyarakat kami di bodoh-bodohi.

Maka saya tekadkan untuk berpendidikan tinggi dan berjanji ikut membangun kampung halaman. Tantangannya, kami harus berlayar berhari-hari untuk bisa bisa sampai ke Pekanbaru.

Tapi itu tidak halangan, kalau ada tekad baja di hati ini,’’ ucap Edi yang dulunya juga aktif di HMI, menjabat sebagai Ketua BLM FH Unri dan kemudian menjadi Ketua Ikatan Mahasiswa Kepulauan Anambas Pekanbaru ini.

Tidak puas setelah memperoleh sarjana hukum, anak bungsu dari empat bersaudara ini kemudian melanjutkan pendidikan Program Magister Kenotariatan di Universitas Padjadjaran Bandung.

Ditengah studinya, ia tetap tidak melupakan niat awal untuk berkiprah bagi kampung halamannya. Edi melihat, Kepulauan Anambas yang cukup kaya dengan sumber daya minyak dan gas lepas pantainya, tapi berbanding terbalik dengan kondisi masyarakatnya.

Kehidupannya masyarakat, ujarnya, masih banyak berada di bawah kemiskinan. Begitu juga pemuda setempat. Banyak pengangguran, akses terbatas di pekerjaan sebab skill yang terbatas pula.

‘’Maka dari itu saya coba pelan-pelan mendekati pemuda untuk bisa kreatif dan berdikari. Beberapa kegiatan peningkatan skill kami lakukan.

Baru kemudian saya diminta pemuda Anambas untuk maju sebagai Ketua KNPI dan terpilih. Dengan bendera KNPI inilah saya memiliki keleluasaan untuk memberdayakan pemuda dengan memaksa Pemkab dan perusahaan untuk memperhatikan generasi muda.

Kami berhasil meyakinkan Primier Oil, perusahaan minyak raksasa asal Inggris untuk membuat banyak kegiatan bersama. Banyak pelatihan skill yang sudah kami gelar. Hasilnya, banyak pemuda yang sudah bisa mandiri,’’ ucap Edi.

Terus memperhatikan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kepemudaan Anambas masih tetap dilakukannya walau statusnya sebagai notaris dan PPAT sudah ditetapkan oleh negara, empat tahun lalu.

Dengan penempatan di Kabupaten Karimun, Edi membagi waktu dengan bolak-balik ke Anambas. Ia pernah mewakili satu dari 13 pemuda Indonesia dalam pertemuan pemuda 63 negara dunia yang dilangsungkan di Malaysia tahun 2014.

Dari situ ia semakin yakin, bahwa peran pemuda di negara manampun sangat menentukan kemajuan bangsa.

‘’Bahkan ada kesepahaman, pemuda harus berada di garda terdepan untuk mengarungi era teknologi.

Jika pemuda baik, maka baiklah suatu bangsa. Jika tidak, maka terpuruklah. Sekarang eranya perdagangan bebas dalam istilah MEA.

Jika pemuda Indonesia tidur, maka alamatlah negeri ini akan tenggelam. Maka tugas kita bersama untuk bangun bersama-sama. Berkiprah bersama-sama,’’ urai Wakil Ketua Partai Golkar Kabupaten Kepulauan Anambas ini.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.