Header Ads

Link Banner

Polemik E-KTP dan Licinnya Setya Novanto

Oleh Aditya Putra Gumesa (Menteri Sosial Poitik BEM UR)

terasunri.web.id - Polemik berkepanjangan kasus korupsi dalam proyek E-KTP semakin berlarut-larut. Upaya mengungkap tabir misteri di balik kasus ini seakan mustahil dilakukan oleh Lembaga Anti Rasuah. Anggaran yang digelontorkan menggunakan APBN dalam pembuatan E-KTP mencapai Rp. 5,9 Triliun. 

Anggaran yang  fantastis dalam pembuatan sebuah tanda pengenal penduduk. Untuk merealisasikan fee anggota DPR, Andi membuat kesepakatan dengan Novanto, Anas, dan Nazaruddin tentang rencana penggunaan anggaran dalam kesepakatan tersebut, yakni sebesar 51 persen anggaran, atau sejumlah Rp. 2,662 triliun akan digunakan untuk belanja modal atau belaja rill proyek. Sementara, sisanya sebesar 49 persen atau sejumlah Rp. 2,5 triliun akan dibagikan kepada pejabat Kemendagri 7 persen, dan anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen. Sementara itu, Setya Novanto dan Andi Narogong akan mendapat sebesar 11 persen, atau senilai Rp. 574.200.000.000. 

Memang dalam kasus E-KTP yang diduga merugikan negara Rp. 2,3 triliun ini, banyak nama yang diperiksa menjadi saksi. Dari mantan menteri sampai anggota DPR. Kasus ini sendiri terungkap dari nyanyian mantan bendahara Partai Demokrat (PD) M Nazaruddin. Saat dipidana korupsi, tiba-tiba dia bernyanyi soal E-KTP. Nazaruddin menyebut ada pengaturan lelang dalam proyek E-KTP. Nilai anggaran E-KTP sendiri senilai Rp. 6 triliun. 


Dalam masalah ini, KPK menetapkan tersangka ketua DPR RI dalam kasus dugaan korupsi E-KTP ini yaitu Setya Novanto yang telah merugikan sebanyak Rp. 2,3 T dari Rp. 5,9 T. Selama menjalankan proses persidangan dan lainnya. Setya Novanto seakan anti terhadap hukum dan beberapa kali beralasan dengan alasan sakit dan sebagainya. Hingga terakhir dalam praperadilan Setya Novanto dinyatakan tidak bersalah. Seakan hukum tak tersentuh oleh Setya Novanto dan kembali mampu melepaskan diri dari jeratan hukum. Penumpasan kasus korupsi banyak ketimpangan dilihat pada rezim saat ini. Apalagi pansus Hak Angket KPK yang diajukan oleh DPR RI sepertinya memperkeruh KPK yang sedang mengungkap kasus polemik E-KTP ini.

Komitmen Jokowi dalam menumpas kejahatan korupsi seakan terabaikan dan dibiarkan semakin tidak jelas. Putusan Hakim terhadap praperadilan Setya Novanto yang menyatakan bahwa Setya Novanto tidak bersalah dalam kasus Proyek Korupsi E-KTP membuat hukum seakan tidak berdaya terhadap penguasa. Padahal ada kejanggalan yang ditemukan dalam putusan yang dilakukan Hakim Tunggal Cepi Iskandar dan juga dirasa membingungkan.

Dari kejanggalan yang diamati antara lain : Pertama, hakim menolak memutar rekaman bukti keterlibatan Novanto dalam korupsi E-KTP. Kedua, hakim menunda mendengar keterangan ahli dari KPK. Ketiga, hakim menolak eksepsi KPK. Keempat, hakim mengabaikan permohonan intervensi dengan alasan gugatan tersebut belum terdaftar didalam sistem informasi pencatatan perkara. Kelima, hakim bertanya kepada Ahli KPK tentang sifat adhoc lembaga KPK yang tidak ada kaitannya dengan pokok perkara praperadilan. Terakhir, laporan kinerja KPK yang berasal dari Pansus dijadikan bukti praperadilan.



Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.