MEA, Riau dan Diplomasi Budaya
Universitas Riau - Novaldi Herman Alumni Ilmu Pemerintahan Universitas Riau - Adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) di tengah-tengah interaksi antar negara di kawasan Asia Tenggara
sepertinya mengamini bahwa negara kendati berdaulat, tapi tidak bisa berdiri
sendiri tanpa adanya hubungan dengan negara lain, termasuk dalam hal ekonomi.
Ini sama dengan perilaku manusia yang tak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran
manusia lainnya. Interaksi dalam MEA sendiri terkait dengan kepentingan ekonomi
masing-masing negara, disamping adanya kegiatan lintas batas lain di kawasan
ini seperti keamanan (Masyarkat Keamanan ASEAN), kerukunan dan pendidikan.
Dari MEA, interaksi kawasan tidak
lagi semata dijalankan oleh negara (pemerintah) saja. Dinamisasi perilaku aktor
dalam hubungan internasional, membuat aktor non negara jadi mendapat fungsi dan
peran tersendiri. Diplomasi misalnya, tidak lagi semata dijalankan dari dan
antar pemerintah negara-negara saja, tapi ada aktor-aktor lain seperti organisasi
non pemerintahan, perusahaan multi nasional, tokoh masyarakat, bahkan publik
dengan latar belakang budaya sekali pun. Maka dikenal istilah diplomasi publik (model of public diplomacy), dimana
negara melibatkan pelaku lain dalam mencapai kepentingan.
Hanya saja, terlaksananya MEA dalam
waktu belakangan di kawasan Asia Tenggara belum lagi berimplikasi (tercapai maksudnya)
secara maksimal di tengah masyarakat. Kegiatan ekonomi masih berjalan seperti
biasa, yakni semata berada pada tataran lokal saja. Padahal MEA sendiri
semaksudnya dikehendaki hadir dan dapat dirasakan dampak positifnya di
tengah-tengah masyarakat, bahkan termasuk unit kegiatan ekonomi setingkat Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Oleh karenanya, melalui tulisan ini hendak
digambarkan bahwa MEA yang berbasis kawasan Asia Tenggara sebenarnya dapat
dekat dan masyarakat umum bisa berperan di dalamnya.
Disparekraf
dan Strategi Pengenalan Budaya
Di Riau misalnya, ada Dinas
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Provinsi Riau yang dapat menunjang
peningkatan diplomasi kebudayaan. Tidak hanya pariwisata dan ekonomi kreatif,
Disparekraf bahkan menunjang sektor-sektor lain untuk diperkenalkan pada
berbagai pelaksanaan kegiatan. Seperti saat penulis berkunjung untuk
kepentingan wawancara beberapa waktu silam, disampaikan bahwa Disparekraf telah
mencanangkan promosi pariwisata Riau ke tingkat nasional dan internasional
dalam rangka menarik kunjungan wisatawan ke daerah Riau.
Ada kekeliruan publik memang, memandang
Riau sebagai daerah dengan obyek pariwisata yang kurang menjanjikan. Paradigma
yang tidak hanya di mata masyarakat mancanegara, tapi juga dari masyarakat
lokal luar Riau pula melihat bahwa daerah ini semata tempat transit saja. Diandaikan
wisatawan dari Malaysia yang hendak menuju ke daerah pariwisata provinsi
tetangga, transit di Riau. Bilapun berkunjung dan singgah, sekadar membeli
perlengkapan untuk melanjutkan perjalanannya ke tempat atau daerah lain. Riau
sekadar tempat lewat.
Padahal, di Riau terdapat lebih dari
300 obyek pariwisata yang beraneka segmen, seperti air terjun, sungai, hutan, hingga
danau dan bendungan. Jumlah tersebut tidak dapat dikesampingkan potensinya. Dari
total 300 lebih obyek pariwisata tersebut, Pemerintah melalui Disparekraf diharapkan
tidak hanya membawa produk-produk yang diunggulkan ke event nasional, tapi juga
internasional.
Kegiatan yang ada misalnya, pembinaan
desa-desa wisata, Festival Lancang Kuning, Festival Kuliner, Exploring Tour dan Fantrip telah dilakukan sembari memperkenalkan peluang MEA berbasis
pariwisata dan ekonomi kreatif pada masyarakat. Ada objek pariwisata Taman Nasional
Bukit Tiga Puluh (TNBT), air terjun Aek Matua di Rokan Hulu, Pacu Jalur, Bakar
Tongkang, Bono, Tour de Siak, Pekanbaru
10 K, Teso Nilo, air terjun Lubuk Bigau dan lainnya. Kesemuanya itu bisa basis
promosi ekonomi kreatif Riau dalam aspek kepariwisataan.
Di segmentasi obyek berbasis pesta
rakyat misalnya, dikenal adanya helat Pacu Jalur yang dilaksanakan tiap tahun. Kegiatan
ini tergolong sukses dalam mengambil perhatian banyak kalangan. Selain
pariwisata yang menjanjikan dari event ini, budaya Pacu Jalur dengan segala pernak-perniknya
sudah diidentikkan dengan Riau. Ini merupakan keunggulan tersendiri.
Ada pula di segmentasi kuliner, Bolu
Kemojo dan beberapa makanan tradisional lainnya kembali mendapat pamor dan
peminat dengan peningkatan yang baik. Penulis sendiri tengah mengikutkan Bolu
Kemojo dalam sebuah festival bertajuk Kuliner Nusantara untuk diperkenalkan
pada tingkat nasional. Di sisi lain, beberapa karib juga ikut menggagas pariwisata
Riau dan mengunggulkan potensi lokal untuk dikenal luas. Tidak sulit, apalagi ditunjang
dengan sarana komunikasi dan informasi yang aksesnya cukup memudahkan pada saat
ini. Di tingkat lokal, hal ini sudah mulai menampakkan hasil. Lebih lagi bila
ini mampu mengambil perhatian nasional bahkan internasional, tentu potensi
pariwisata berbasis budaya yang ada di Riau dapat dimaksimalkan.
Diplomasi budaya tidak lagi jauh
dari masyarakat. Di negara-negara lain, hal ini justru begitu diunggulkan. Kita
mengenal Jepang dengan manga, anime atau kartunnya yang mengisi
waktu-waktu senggang bagi anak-anak. Kita mengenal Korea dengan budaya musik
pop dan tema-tema kehidupan modern di sana. Lebih lagi, kita sedari lama mengenal
Amerika dengan segala hiruk-pikuk dan kehidupan serba cepatnya melalui film-film
yang dipasarkan.
Riau secara khusus, juga Indonesia
secara umum sudah saatnya masuk ke panggung internasional melalui diplomasi
budaya seperti ini. Selain untuk membendung arus yang masuk ke tengah-tengah
masyarakat dari negara lain, diplomasi budaya juga dapat mencitrakan kearifan
lokal (local wisdom) yang ada di Riau
merupakan hal yang identik dan dapat dibanggakan keunggulannya. Masyarakat
tidak lagi larut dalam romantisisme tentang kejayaan masa silam, tapi dapat
diwujudkan melalui tangan-tangannya sendiri. Mengembalikan Riau sebagai jalur
ekonomi yang tidak hanya dipegang oleh pengusaha besar, tapi juga sampai pada
UMKM harusnya bisa dirasakan.
Kesinergian antara pemerintah
(seluruh stakeholder dan dinas
terkait) dan publik yang terdiri dari pelaku usaha pariwisata, kuliner,
kesenian, juga masyarakat umum seperti yang sudah disampaikanlah diharapkan
dapat meningkatkan diplomasi budaya ke mancanegara. Mengingat Riau sangat dekat
dengan Selat Malaka sebagai jalur perdagangan internasional, membuat Riau memiliki
nilai tawar tersendiri. MEA tidak hanya sebagai ajang promosi dan peningkatan,
tepatnya bukan sekadar kompetisi dan pergulatan kegiatan ekonomi. MEA dengan intensitas
interaksi yang tinggi antar pemerintah, perusahaan multinasional, pelaku usaha,
serta masyarakat umum sekawasan membuatnya sekaligus sebagai wadah bertemunya beragam
kultur atau kebudayaan. Oleh karenanya, kesinergian pemerintah dan publik itulah
yang diharapkan dapat ditingkatkan kedepan.
Post a Comment