Prof Dr Ir Irwan Efffendi Msc, Alumni Faperika 1980 yang berhasil jadi Petani Berdasi
koranriaupos, Universitas Riau - Sebagai mahasiswa, ia sering bolak balik perpustakaan. Ia pendiam dan saat itu aktif dalam berorganisasi. Bukan karena tak ingin, tapi sebagai anak desa dengan tekanan ekonomi, ia tak ada waktu untuk melakukan hal lain selain fokus berkuliah. Ia tahu betul orangtuanya susah payah dikampung untuk menyekolahkannya. Karena itu, ia lebih memilih bersahabat denganbuku, buku dan buku.
Ya, mahasiswa kutu buku itu adalah Prof Dr Ir Irwan Effendi MSc. Pria asa Pasir Pangaraian yang merupakan alumni Unri. Ia bergabung dengan Unri tepat di tahun 1980 dan memilih masuk di Fakultas Perikanan, Jurusan Ilmu Perikanan.
Setiap detik yang dilaluinya semasa kuliah begitu berarti baginya. Ia benar-benar fokus pada impian masa kecilnya untuk menjadi petani berdasi. "Sejak dulu saya tak pernah berpikir untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Saya ingin menjadi pengusaha kaya-raya dan sukses di bidang perikanan dan pertanian. Saya ingin menjadi insinyur, petani berdasi, petani mapan," ungkap pria ramah ini kepada Riau Pos.
Irwan muda pernah menjadi mahasiswa teladan tingkat Fakultas. Ia menyelesaikan kuliahnya dalam kurun waktu yang ideal, yakni empat tahun. Gelar insinyur pun sudah berada di depan namanya. Sejak saat itu, ia mulai mewujudkan mimpinya menjadi petani berdasi. Namun nyatanya, menjadi petani mapan bukanlah perkara gampang.
"Lulus kuliah saya sempat bekerja serabutan. Ternyata menjadi petani pengusaha itu tidak mudah. Saya sempat bekerja di perusahaan kontraktor, namun tidak sejalan. Sejak saat itu, menjadi PNS terlintas dipikiran saya," tambahnya.
Di tahun 1988, ia pun memilih menjadi dosen di almamaternya. Tak lama, ia pun resmi menjadi PNS. Karena aktif dalam penelitian, ia pun mendapat beasiswa untuk melanjutkan S2 dan S3 di Heriot-Watt University, Edinburgh, United Kingdom dari tahun 1989-1994.
Menjalani kehidupan di Inggris tak merubah kebiasaan-kebiasaan Irwan. Ia tetap sosok kutu buku yang tak ingin bersantai-santai. Ia masih betah berlama-lama di perpustakaan dan lab. Perbedaanya ialah, kala melanjutkan studi S2 dan S3 ia membayar utanya di masa S1 yang sama sekali tak aktif berorganisasi.
"Dari situ (organisasi) saya belajar kepemimpinan, pergaulan dan pembauran yang selama ini cenderung saya abaikan. Itu adalah salah satu bagian terbaik dalam perjalanan hidup saya," tegasnya. Dari sekitar 10 mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa dan berangkat bersamanya, Irwan berhasil menjadi mahasiswa yang paling cepat menyelesaikan studi.
Pulang ke tanah air, Irwan langsung disambut dengan berbagai tawaran pekerjaan. Selain masih bekerja sebagai dosen di Faperika Unri ia juga berjibaku dalam kesibukan lain di bidang akademis. Beberapa tahun berselang, ia duduk sebagai Rektor Universitas Lancang Kuning dalam dua kali masa jabatan.
Ia juga aktif di yayasan Muhammadiyah, bahkan bisa dibilang ia merupakan salah satu penggagas dari berdirinya Universitas Muhammadiyah Riau. Di tahun 2008 ia langsung memimpin yayasan tersebut. Sembari menjadi rektor, Gubernur Provinsi Riau saat itu menunjuknya sebagai Kepala Dinas Pendidikan di level Provinsi. Meski hanya dua tahun, ia mengaku telah mencurahkan kemampuannya selama menjalani kewajiban sebagai kepala dinas. Usai melepas jabatan sebagai Kadisdik Provinsi, Pemrov kembali mempercayainya duduk di pemerintahan sebagai Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan.
"Itu adalah kesempatan besar bagu saya untuk mengerahkan kemampuan dan ilmu di bidang perikanan yang saya miliki. Saya paham benar berbagai keluhan petani dan nelayan,karena di masa lalu saya pernah menjadi seperti mereka. Hal tersebut yang saya jadikan pedoman dalam memimpin," imbuhnya.
Terbukti, berbagai infrastruktur dibenahinya. Salah satu yang tak bisa terlupakan olehnya ialah saat mengelola balai benih perikanan. Demi mengembangbiakan bibit ikan, ia rela bermalam di lokasi balai bibit. Tak sia-sia, jika sebelumnya jumlah bibit yang dihasilkan hanya 16 ribu per tahun, berkat tangan dinginya jumlah bibit menjadi 13-14 juta bibit.
Jumlah yang berlimpah tersebut membuat DInas Perikanan dan Kelautan saat itu bisa membagikan bibit secara gratis kepada peternak pemula. Bukan hanya itu, bibit dan indukan tersebut laku dijual, sehingga bisa mendatangkan PAD sebesar Rp400 juta. Padahal, sebelumnya PAD pada dinas tersebut bisa dikatakan nol.
Kini ia memilih menjadi pengusaha dalam berbagai bidang. Ia masih mengelola yayasan Muhammadiyah, memiliki perusahaan kontraktor, butik, keramba dan usaha lainnya. Yang terpenting baginya bukanlah berapa jumlah kekayaannya yang ia miliki. Namun, berapa orang yang terbantu oleh usahanya. Terbukti, kian hari karyawannya kian banyak. Setidaknya ratusan pegawai bergantung hidup dari perusahaan milikinya.
Sumber : Koran Riau Pos, Edisi Selasa 9 Februari 2016
"Itu adalah kesempatan besar bagu saya untuk mengerahkan kemampuan dan ilmu di bidang perikanan yang saya miliki. Saya paham benar berbagai keluhan petani dan nelayan,karena di masa lalu saya pernah menjadi seperti mereka. Hal tersebut yang saya jadikan pedoman dalam memimpin," imbuhnya.
Terbukti, berbagai infrastruktur dibenahinya. Salah satu yang tak bisa terlupakan olehnya ialah saat mengelola balai benih perikanan. Demi mengembangbiakan bibit ikan, ia rela bermalam di lokasi balai bibit. Tak sia-sia, jika sebelumnya jumlah bibit yang dihasilkan hanya 16 ribu per tahun, berkat tangan dinginya jumlah bibit menjadi 13-14 juta bibit.
Jumlah yang berlimpah tersebut membuat DInas Perikanan dan Kelautan saat itu bisa membagikan bibit secara gratis kepada peternak pemula. Bukan hanya itu, bibit dan indukan tersebut laku dijual, sehingga bisa mendatangkan PAD sebesar Rp400 juta. Padahal, sebelumnya PAD pada dinas tersebut bisa dikatakan nol.
Kini ia memilih menjadi pengusaha dalam berbagai bidang. Ia masih mengelola yayasan Muhammadiyah, memiliki perusahaan kontraktor, butik, keramba dan usaha lainnya. Yang terpenting baginya bukanlah berapa jumlah kekayaannya yang ia miliki. Namun, berapa orang yang terbantu oleh usahanya. Terbukti, kian hari karyawannya kian banyak. Setidaknya ratusan pegawai bergantung hidup dari perusahaan milikinya.
Sumber : Koran Riau Pos, Edisi Selasa 9 Februari 2016
Post a Comment