Header Ads

Link Banner

Guru Besar UR tawarkan solusi problema hara kelapa sawit

faktariau.com, Universitas Riau - Anjloknya harga sawit di Indonesia, khususnya di Riau menjadi perhatian serius semua pihak. Di ruang diskusi bebas bersama tiga nara sumber mengungkap tentang problema gejolak kelapa sawit saat ini.
Tiga nara sumber itu diantaranya Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapti) Riau Wisnu, Peneliti dan Pengamat Ekonomi UR Prof Dr Almasri Syahza, dan Kepala Area Head Bank Mandiri Pekanbaru Agus Sanjaya.

Dalam kesempatan ini, Ketua Gapti Riau Wisnu mengatakan, 30 persen persoalan harga kelapa sawit Indonesia disebabkan anjloknya harga minyak dunia. Selain itu, juga dipengaruhi pungutan biaya ekspor yang terlalu tinggi dan adanya penolakan terhadap CPO oleh negara-negara di Eropa.

Secara tidak langsung, kata Wisnu, kondisi ini berdampak terhadap petani sawit. Meski demikian, dia menilai gejolak sawit yang terjadi tidak mempengaruhi terhadap petani mitra perusahaan, karena tahun 2015 penurunan hanya terjadi 10 persen. Tapi sangat berpengaruh kepada petani swadaya, setidaknya 56 persen petani swadaya di Indonesia menjerit dengan kondisi saat ini.

Secara khusus Wisnu membeberkan persoalan lokal di Riau sendiri. Dimana persoalan transportasi yang berpengaruh terhadap biaya pengeluaran. Padahal Riau memiliki peran penting dalam pengiriman CPO. Bisa dikatakan 30 persen atau Rp1,5 triliun, Riau penyumbang CPO terbesar di Indonesia. Tentu ini menjadi perhatian semua pihak, khususnya pemerintah daerah.

Disamping itu, Wisnu menyatakan, tahun ini harga sawit diyakini akan mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Namun, untuk menstabilkan harga sawit tak lepas dari peran pemerintah dalam membuat kebijakan.

Sementara itu, Peneliti dan Pengamat Ekonomi Universitas Riau, Prof Dr Almasdi Syahza mengatakan, berdasarkan hasil riset kondisi kelapa sawit di lapangan,  ekonomi pedesaan kontribusinya cukup besar kepada ekonomi secara nasional.

Namun kondisi di lapangan, kata dia, banyak petani yang kurang memahami pola penanaman sawit. Ini terbukti, pihaknya menemukan sawit yang sudah 8 tahun tapi tak berbuah. Padahal petani mengaku telah memberi perawatan dan pemupukan.

"Perawatan swadaya beda dengan perusahaan. Bahkan sampai panen juga jauh berbeda. Kalau petani swadaya panen TBS sembarangan. Petani kita tidak memperhatikan cara penen, karena semua sudah main upah. Ini masalah internal di lapangan. Seharus kondisi ini perlu penyuluhan dan pelatihan kusus dari pihak terkait," ujarnya.

Persoalan lain, sebut dia masalah kebijakan. Sebab yang punya kebijakan itu adalah pemerintah daerah, pihaknya dari akademisi tidak bisa intervensi pemerintah. Pihaknya hanya bisa membuat riset, lalu diserahkan ke pemerintah.

Dalam kesempatan itu, Guru Besar UR ini menawarkan solusi. Dimana pemerintah diminta untuk mencari sumber penghidupan petani sebagai pengganti sawit. "Di lapangan kita lihat masyarakat kurang paham menangkap peluang. Lihat tetangga tanam sawit, ikut tanam sawit tanpa melihat kontur tanah di lahannya," ujarnya.

Sedangkan dari pandangan perbankan, Area Head Bank Mandiri Pekanbaru Agus Sanjaya menilai, potensi sawit di Riau masih tergolong produktif. Namun sampai kapan, dia belum bisa memberikan gambaran.

"Itu semuakan tergantung dengan kebutuhan masyarakat. Selama bahan dasar CPO dibutuhkan orang, tentu sawit masih produktif. Kita lihat sekarang masyarakat masih menggunakan sabun dan minyak goreng, yang semuanya bahan dasarnya dari sawit," ujarnya.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.