Header Ads

Link Banner

Dr Wan Sopyan Hadi, Alumni Faperika 1993 Penemu Bio Ethanol dari Nipah

koranriaupos, Universitas Riau - 'Di Unri, kami digembleng menjadi petarung sejati, peneliti tangguh yang terjun ke lapangan," ungkap sosok sederhana bernama Dr Wan Sopyan Hadi SPi MT. Ia merupakan mahasiswa Faperika angkatan 1993 yang mempunyai segudang asa untuk perubahan.

Sejak menjadi mahasiswa, ia hidup di laboratorium melakukan berbagai penelitian. Ia begitu aktif dan cerdas. Terbukti, di semester tiga perkuliahannya, sang dosen menunjuknya menjadi asisten dosen dan mengajar mahasiswa yang satu angkatan dengan dirinya. Hal tersebut nyatanya bukan menjadi momen yang membanggakan bagi dirinya. Justru ia memiliki alasan tersendiri menerima tanggung jawab tersebut.

"Alasan  saya ingin menjadi asisten dosen cuma satu, nasi bungkus. Ya, usai mengajar, saya selalu diberi nasi bungkus gratis oleh dosen. Lumayankan, saya jadi tak perlu membebani orangtua untuk makan siang," ujarnya dibarengi gelak tawa.

Di samping itu, ia juga bekerja sampingan sebagai juru ketik skripsi lintas kampus. Kemampuannya dalam bidang ketik mengetik saat itu mumpuni dibanding mahasiswa lain. Karena pekerjaan sampinga itu pula ia bertemu sang istri yang saat itu menggunakan jasanya sebagai juru ketik. "Saya bertemu orang rumah juga karena Unri," guraunya.

Kuliah berakhir, gelar SPi pun dikantonginya. Sempat melenceng, diawal masuk dunia kerja ia malah menjadi pegawai asuransi dan pegawai bank. Tak lama, barulah ia bergabung menjadi honorer di Bapeda Rokan Hilir.

Sampai pada suatu hari ada satu peristiwa di Rohil yang meresahkannya, kasus exploitasi penyu hijau besar-besaran di Pulau Jemur mengusik nuraninya sebagai seorang peneliti. Ia pun berangkat menuju pulau terluar tersebut untuk melakukan penelitian terhadap keberadaan penyu hijau yang terancam punah.

'Warga di wilayah tersebut menjual telur dan daging penyu ke pasar internasional. Hingga akhirnya menyisakan beberapa ekor penyu liar saja di pantai tersebut. Ini tentu sangat memprihatinkan. Di tahun 1999, saya memilih untuk berangkat ke lokasi dan melakukan riset," ungkapnya.

Tak mudah memang merubah pemikiran masyarakat yang sudah terbiasa menjual satwa tersebut. Meski begitu, Sopyan tak patah arah. Demi moralitas, ia mengambil cuti dari tempatnya bekerja agar bisa fokus pada penelitiannya. Lambat laun, pendekatannya kepada masyarakat dan aparat mulai menampakkan titik terang. Ia bisa mengajak masyarakat untuk melestarikan penyu dengan membuak suatu kawasan konservasi.

Di kawasan tersebut ribuan tukik ditetaskan dan dilepaskan tiap tahunnya. Empat tahun kemudian, Bupati ROhil saat itu resmi membuka kawasan tersebut sebagai kawasan konservasi. Dukungan dari komandan angktan laut dan Kementerian kelautan pun dicurahkan pada penelitiannya tersebut. Di luar duganya, kawasan konservasi tersebut juga mendapatkan penghargaan nasional dalam Kehati Award dan penghargaan Kalpataru.

"Melalui penelitian tersebut, saya ingin menekankan bahwa penelitian bukan hanya sekedar menghasilkan buku. Penelitian harus turun gunung melakukan riset demi riset. Jujur, saya kecewa dengan mindset yang menempatkan penelitian sebagai penghasil buku," tegasnya.

Dasar tersebut selalu dipegang teguhnya sebagai peneliti. Sekembalinya ia ke Rohil saat itu, Indonesia tengah risaukan dengan lonjakan harga BBM. Lagi-lagi jiwa penelitinya bergejolak untuk melakukan riset. Kawasan mangrove yang kaya potensi diliriknya. Tanaman nipah yang menghijau menjadi sasaran dari risetnya tersebut.

Di labor sederhana miliknya ia meneliti kandungan dari nipah. Ia juga membuat alat yang bisa mengolah bopah menjadi energi baru terbarukan, non fosil. Berhasil! Nipah nyatanya bisa menjadi biothanol ditangan Sopyan. Ia pun segera mengikuti penemuannya tersebut ke dalam perlombaan teknologi tepat guna skala nasional. Dan voila, alatnya menjadi juara nasional.

Potensinya tersebut langsung dilirik oleh Pemkab Bengkalis. "Bupati Bengkalis sangat mendukung bioethanol dan bio diesel nipah ini. Ia meminta saya untuk mengembangkannya di Bengkalis. Saya pun diajak bergabung di Balitbang Bengkalis dan dipercaya menjabat sebagai Kepala Balitbang Bengkalis hingga hari ini," ungkapnya.

Bioethanol dari nipah tersebut merupakan penemuan pertama di Indonesia. Sopyan optimis, jika terus dikembangkan, penggunaan energi fosil sebagai bahan bakar yang kini semakin surut bisa perlahan ditinggalkan. Kini, SPBU Bio ethanol nipah bisa kita lihat langsung di halaman Kantor Balitbang Bengkalis. Pemerintah daerah setempat juga sudah menggunakan bahan bakar tersebut sebagai bahan penggerak roda empat mereka.

Dari penemuanya yang gemilang tersebut, wajar saja jika beberapa waktu lalu profesor-profesor dari tanah sakura menyambangi stasiun riset bahan bakar nabati Balitbang Bengkalis untuk belajar langsung tentang energi baru terbarukan.

Sumber : Koran Riau Pos, Edisi Selasa 9 Februari 2016

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.